Maria A. Sardjono - Kemuning |
Maria A. Sardjono - Kemuning
Tatkala Dwo terpaksa menikahi gadis yang dihamilinya, pacarnya Wulandari merasa amat risi dan tertekan karena setiap orang di Tawangmangu merasa iba kepadanya. Harga dirinya sangat terluka oleh perhatian berlebihan itu karena sebenarnya dia bukan gadis rapuh yang patut dikasihani. Perlakuan orang-orang di sekelilingnya itu, justru membuat Wulan merasa dirinya pecundang, orang yang terkalahkan dan tersingkirkan. Oleh sebab itulah ia tidak sudi menumpahkan air mata hanya untk menangisi kekasih yang tidak setia.
Tetapi ternyata Wulandari keliru. Menangis itu perlu. Karenanya ketika Eko mampu menyibak konflik yang ada di batinnya, tangisnya pun akhirnya tumpah di atas dada laki-laki itu. Dan dalam perjalanan waktu, keakraban mereka berkembang menjadi cinta yang tumbuh dengan suburnya. Persamaan kisah, minat, dan cara pandang mematrikan hati mereka berdua.
Namun sayang, Tawangmangu bukanlah Jakarta. Kisah cinta antara Wulandari, anak pemilik perkebunan yang kaya raya, dan Eko, anak salah seorang mandor perkebunan itu, sulit diterima oleh keluarga kedua belah pihak maupun oleh komunitas setempat. Terlebih karena sistem nilai feodalisme masih begitu kuatnya dalam hierarki dunia perkebunan dan darah priyayi tinggi yang mengalir di tubuh Wulandari terlalu kental.
Baca selengkapnya disini :
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar